Tanpa Judul, Hanya Mengumpat

Aku membenci hujan yang turun hari ini. Tidak seperti hujan biasanya yang selalu bersahabat denganku walaupun terhalang jendela dan atap. Entah mengapa, hujan hari ini terasa lebih dingin dari hujan biasanya. Hujan hari ini punya cerita, walaupun sedih.
Ceritanya begini,
Pukul 1 dini hari ini, aku masih terjaga tanpa tahu kapan akan mengantuk. Aku sedang mencari jawaban perihal apa yang membuatku masih saja mampu membuka kelopak mataku saat badanku sudah merasa lelah juga pegal,
–kafein kah?
atau
–rindu kah?
Maka apabila memang benar kafein yang menjagaku untuk tidak tidur, aku akan mengutuk segelas kopi yang disajikan di angkringan saat makan malam. Tetapi apabila memang benar rindu yang menjagaku untuk tidak tidur,
aku harus mengutuk siapa?
            Dini hari tadi, aku menyadari bahwa rindu adalah kafein bagiku. Bahkan kafein dari segelas kopi di angkringan pun hanya mengucap permisi saja. Karena rindu tetap tak terkalahkan.
            Siapa yang mencetuskan bahwa obat rindu hanyalah bertemu?
Sialan!
            Tidakkah dia tahu bahwa untuk mengetahui apa yang sedang dilakukannya pun aku harus berlagak seperti dukun? Memejamkan mata seakan melihat dia sedang apa.
            Tidakkah dia tahu bahwa untuk mendengarnya mengucapkan “selamat tidur” pun aku harus berlagak seperti tuli? Aku tidak mendengarnya, tetapi aku merasa dia mengucapkannya.
            Tidakkah dia tahu bahwa aku diperbudak oleh rindu malam ini? Aku tidak bersamanya, tetapi aku merasa sedang berada didekatnya.
            Semalam suntuk aku habiskan untuk mengutuk rindu, pun hujan. Seakan mereka bersekongkol untuk menghabisiku sampai tak tersisa. Diantara rintik hujan yang lemah, rindu melukiskan senyuman ramah. Senyum yang mengantarkanku pada malam pahit yang pekat. Senyum yang membawaku pada menggigil kuat. Senyum yang mengisyaratkan ucapan selamat tinggal.
Aku,
benci
senyumnya.
            Begitulah cerita yang ku punya dibalik hujan dini hari. Cerita romansa sampah yang masih saja membuat tidurku semakin sulit. Cerita romansa murahan yang lagi-lagi muncul akibat hujan dan kopi. Aku, menuliskannya lagi diantara gelap dan sunyi. Dan membuatnya menjadi tulisan abadi.


Surakarta, 28 November 2017
19:13
Tanpa Judul, Hanya Mengumpat.


Comments

Popular posts from this blog

Tidak Bisakah Aku?

Hujan Tigapuluh Oktober